judul gambar
Memuat...

Senin, 16 November 2015


Oleh: Em. Syuhada'*)

KONON, sebab merasa dirinya paling cerdas diantara yang lain, Nabi Musa pernah ditegur Allah dan diperintahkan mencari seseorang yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Sosok yang Tuhan menyebutnya dalam al Qur’an sebagai hamba yang diberi rahmat dan diajari ilmu dari sisi-Nya itu menurut ahli tafsir adalah Khidhir (QS. 18:65). Dengan berpatokan sebuah tempat yang bernama majma’al bahrain, Musa memulai pencariannya dengan membawa ikan yang tak lagi hidup. Cerita pun bergulir, bagaimana Musa bersikeras mendaftarkan diri menjadi murid, meski sudah dialarm tak akan sanggup. Bagaimana pertanyaan demi pertanyaan meluncur dari mulut Nabi Musa merespon apa yang dilakukan Khidhir, hingga perpisahan mereka tak terelakkan ketika untuk ketiga kalinya, Musa kembali melanggar janji untuk tidak bertanya atas perilaku Khidhir yang dianggapnya kontroversi.

Demikianlah, Khidhir dalam khasanah islam adalah simbol hikmah yang min ladunna ilma (mendapatkan ilmu dari sisi-Nya). Tiga peristiwa yang dilakukan Khidhir seyogyanya diterjemahkan tersirat, bahwa hidup manusia bukan hanya sekedar “masa kini”, tapi juga harus sanggup memandang “masa depan”, dengan tentu saja berkaca pada “masa silam”. Barangkali, dilatarbelakangi kisah itulah, istilah atau bahkan konsep tentang ilmu laduni disandarkan. Namun sayangnya, banyak orang terjerembab dalam kekeliruan pemahaman ketika mencoba mengakrabi laduni. Bahkan tak jarang, ada yang terjebak pada perilaku musykil ketika berusaha mendapatkannya.

Disinilah, buku yang ditulis Ilung S. Enha ini menemukan urgensinya. Setelah mempopulerkan Kecerdasan Laduni (LQ) melalui Laduni Quotient, Model Kecerdasan Masa Depan (2011), Ilung kembali mewedarkan buah pikirnya melalui LQ, Eleven Pillars of Intelligence. Sebagai kelanjutan dari buku sebelumnya, buku setebal 270 halaman yang dipengantari oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mendaraskan secara lebih detail sebelas pilar kecerdasan terkait LQ. Pilar kecerdasan yang dimaksud bukan hanya beroperasi di ruang otak (sebagai bagian dari ruang kerja nafs), tapi menyebar di anasir kemanusiaan. 


Manusia sebagai masterpeace ciptaan Tuhan sepenuturan Ilung tersusun dari tiga unsur; ruh, nafs, dan jasad. Dari sebelas pilar kecerdasan yang diutarakan, dua diantaranya berada di wilayah ruh, sedangkan sembilan lainnya beredar di ruang nafs. Jasad hanyalah alat untuk mengaplikasikan kecerdasan-kecerdasan ke ruang realitas secara lebih konkret.Yang bermukim di ruang ruh adalah inteligensi “ruh-pusat” (ruhul-amr) dan kecerdasan “ruh-antara” (ruhul-qudus). Sedang yang berkutat di dataran nafs berada di dua tempat; IQ, EQ, dan SQ meruang di otak, dan yang bersemayam di hati adalah aql yang sering disalahpersepsi sebagai fikr, dzauq dan shadr sebagai ruang kreasi dan kesadaran inovasi, kesahajaan fuad, bashirah mata kebenaran yang tak berkabut, dan lubb sebagai pintu masuk kecerdasan ruhaniah. Menariknya, dari pilar-pilar kecerdasan yang dituturkan, Ilung tak hanya mampu merinci dan mendefinisi, tapi juga melakukan rekonstruksi dan memberikan solusi agar setiap pilar kecerdasan bisa berkembang maksimal.

Misalnya saja, ketika proses lelaku menuju kecerdasan laduni ini diupayakan, yang patut diwaspadai adalah adanya dua elemen jiwa berpotensi buruk yang bertubi-tubi menyerang, dengan memengaruhi elemen-elemen kecerdasan yang dimiliki, ialah hawa dan syahwat. Hawa berpotensi merusak sisi internal jiwa, sedangkan syahwat adalah potensi buruk yang merusak sisi eksternal jiwa. Dengan sangat gamblang dituturkan pilar kecerdasan mana sajakah yang paling ringkih, hingga yang paling kuat tak terkalahkan. Dengan demikian, antisipasi bisa segera dilakukan jika nafs benar-benar ingin selamat dari tipu daya hawa dan syahwat.

Jika dibandingkan dengan model kecerdasan yang telah dikenal sebelumnya, sangat tampak bahwa LQ yang diusung Ilung lebih komprehensif karena meletakkan manusia secara utuh. Lazim diketahui, model kecerdasan yang terlanjur dikenali adalah IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). IQ pertama kali dilontarkan oleh Alferd Binet pada awal abad 20. Setelahnya, muncul EQ yang digemakan Daniel Goleman (1995). Ketika hasil penelitian Danah Zohar (Harvard University) dan Ian Marshall (Oxford University) menemukan adanya God Spot (Titik Tuhan) pada otak manusia, lahirlah kemudian model kecerdasan baru yang dikenal dengan kecerdasan spiritual (SQ). Yang patut digarisbawahi, -baik IQ, EQ, maupun SQ, serta qoutient-quotient yang datang sesudahnya- keseluruhanya masih berkumpar di wilayah otak.

Padahal, jika melihat problematika masa depan yang demikian massif dan berjalin-kelindan dari hari kehari, sangat tidak mungkin bisa diselesaikan jika hanya mengandalkan pilar kecerdasan yang berkutat di wilayah otak. Maka, dibutuhkan era baru kecerdasan, berupa totalitas inteligensi. Sebuah kecerdasan baru yang memesrahkan komunikasi antara kecerdasan otak dan inteligensi hati, disambungkan dengan Kecerdasan Ruhaniah. Ruh tak pernah keluar dari rel-Nya, sehingga setiap apapun informasi yang disampaikan adalah kebenaran sejati.

Salah-satu kelebihan buku ini adalah kepiawaian penulis mengemas tiap bahasan dengan bahasanya yang, -meminjam bahasanya pak Muhammad Nuh- “renyah” dan gemulai. Meski kajian yang disuguhkan sesungguhnya tergolong ‘berat’ karena masuk dalam lingkaran tasawuf, di tangan Ilung dihidangkan dengan santai dan ‘membumi’. Tak pelak, wacana tentang laduni yang sebelumnya melangit, rumit dan berbelit-belit, akan segera sirna setelah membaca buku ini.

Sepiring kue ikhtitam disuguhkan, mungkinkah ada semodel generasi yang sanggup menapaki keseluruhan langkah untuk meraih totalitas inteligensi? Tidak ada yang tidak mungkin, kata Ilung. Yang paling harus dilakukan adalah menumbuhkan keyakinan bahwa keMahaluasan-Nya tak sesempit rongga otak. Bahwa keMaharahmananNya akan sanggup mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan yang sangat nyata. Hanya saja, memang dibutuhkan kesabaran berlipat-lipat untuk meniti jalan setapak demi setapak. Sebab jika tidak, sebagaimana Musa, kita akan gagal berguru kepada Khidhir.(*)

Judul Buku : LQ Eleven Pillars of Intelligence
Penulis : Ilung S. Enha
Penerbit : Kaukaba, Yogjakarta
Cetakan : Pertama, Juli 2013
Tebal : x + 270 halaman

Rubrik Buku Jawa Pos. Minggu, 16 Nopember 2013

*) Em. Syuhada’, pengeja aksara. Aktif menemani pembelajaran siswa SDN Talunrejo 3 Bluluk Lamongan

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung Blog

DAFTAR ISI

Arsip Blog

Flag Counter

Flag Counter

Pengikut

Breaking News

Artikel Populer Minggu Ini

Lomba

More on this category »

Esai

More on this category »

Resensi Buku

More on this category »